(rumah sketchup,jasa desain rumah,desain rumah american style,jasa arsitek rumah,jasa desain interior murah,jasa desain rumah minimalis,gardenweb home decorating,floor decor near me,home decor business,best interior designers,transitional interior design style,floor decorations, home office designs )

Internet dan Gadget Dua Tantangan Ibu Mendidik Generasi Digital

Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan Artikel  tentang Internet dan Gadget dua tantangan Ibu mendidik  generasi digital yang di buat oleh Maryam Hanifah.

Internet dan Gadget dua tantangan Ibu mendidik  generasi digital

Internet dan Gadget dua tantangan Ibu mendidik  generasi digital. Bunda milenial yang semoga sholehah, sadarkah kita bahwa anak-anak yang lahir antara tahun 1994 sampai tahun 2009  (dikategorikan sebagai Gen ) sudah mengenal gadget sejak dalam perut sang ibu?

Internet dan Gadget dua tantangan Ibu mendidik  generasi digital

Coba perhatikan anak-anak Anda yang kini menjelang usia remaja. Di tangan mereka pasti ada smartphone, di telinga mereka terselip headset. Kepala mereka menunduk, bukan karena sifat pemalu, sementara jari-jemari mereka tak pernah lepas dari keypad smartphone.

Menurut psikolog Elly Risman, Psi, dari Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH), Jakarta, Gen Z adalah generasi yang banyak mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, bermain, dan bersosialisasi. Dijelaskan Bunda Elly bahwa dari sisi tata nilai, generasi sebelumnya mungkin masih lebih baik. Tingkat kepedulian mereka juga masih lebih tinggi. Tapi, dunia kita sekarang ini berada di era anak-anak Gen Z ini.

Generasi ini mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas sekolah, berkomunikasi dengan teman, semuanya melalui media internet. Artinya, mereka adalah anak-anak yang multitasking, instan, penuh tantangan. Buat mereka, semua hal itu menarik dan menyenangkan. Inilah yang membuat mereka betah berlama-lama di dunia maya itu. 

Sementara di dunia nyata, acapkali mereka berhadapan dengan dunia yang penuh omelan, marah-marah, cap, labeling, membanding-bandingkan, dan sebagainya. Oleh karan itu, pola pengasuhan dan pola pembelajaran anak-anak Gen Z ini seharusnya tidak lagi meniru pola pengasuhan generasi sebelumnya

Masalahnya, kita, para orangtua saat ini seringkali tak sadar bahwa mereka memiliki anak-anak dengan beragam kelebihan tadi Bahkan, orangtua kerap memperlakukan anak-anak Gen Z ini seperti mereka diperlakukan ayah ibu mereka 20-30 tahun lalu.

Dampak Negatif Internet dan Gadget

Tantangan yang dihadapi Gen Z juga besar, salah satunya kerusakan otak akibat terpapar pornografi dan LGBT. "Dan ternyata, para orangtua tidak mengetahui atau menyadari apa yang telah disaksikan anak-anak mereka melalui berbagai fasilitas yang mereka berikan untuk anak-anak mereka, seperti TV games handphone, internet dan sebagainya kata Bunda Elly.

Beragam games yang biasa dimainkan anak-anak melalui aplikasi di HP, atau tontonan di Youtube, seringkali membuat anak-anak terpapar pornografi. Satu kali anak melihat pornografi akan mulai rusak otaknya. Mereka akan tertarik untuk meniru, mencoba, karena ingin tahu rasanya ungkapnya pada suatu acara parentung di Batam. 

Bunda Elly juga menyampaikan, semua pornografi sepaket dengan LGBT. "Kalau kita tak punya waktu untuk mendidik anak, bisa habis anak kita. Mengapa? Hanya dengan satu jari anak dapat berselancar di dunia maya tiada bertepi. Klik ini itu, terpapar pornograf otaknya rusak, akhlaknya jadi tak baik lanjutnya.

Tips agar anak terhindar dari Internet dan Gadget

Maka dari itu, Bunda Elly menyarankan kepada para orangtua untuk lebih intens dalam memberikan perhatian dan memberikan teladan yang baik, serta tak membiarkan mereka asyik berselancar di dunia maya.

Untuk mengatasi hal ini, kuncinya ada pada orangtua. "Orangtua harus mau berubah harus siap, harus paham, harus menerima tantangan bahwa mereka membesarkan generasi yang berbeda,"ungkapnya.

Menurut psikolog senior ini, pola pengasuhan seperti yang dilakukan orangtua zaman dulu tentu tidak bisa lagi dilakukan sekarang. Orangtua tidak bisa menghindarkan anak dari teknologi. "Tapi, jangan beri anak teknologi tanpa alasan dan penjelasan, ujar Bunda Elly. "Dan, yang tidak boleh dilupakan, harus ada penjelasan secara agama."Lanjutnya.

Pada saat memberikan Ponsel misalnya, selain harus tua wajib memberikan batasan dan peraturan kepada anak. Piranti yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat usia.

Aturannya harus memuat tentang rutinitas sehingga penggunaan teknologi tetap harus dibatasi. Yang tak kalah penting, harus ada penjelasan tentang keuntungan dan kerugian menggunakan berbagai media digital tadi, pembatasan penggunaannya, serta persyaratan yang disepakati bersama.

Sayangnya, riset YKBH menunjukkan 80 persen pemberian ini tanpa alasan. Padahal, orangtua seharusnya memberikan aturan yang disertai alasan. Misalnya, "Mama kasih  PC tablet ini, tapi kamu harus..." Jika aturan dan alasan ini dibicarakan baik-baik, anak pasti akan memahami dan mau mengikuti.

"Orangtua harus terus melakukan kontrol seiring usia anak. Makin rendah usia anal limit-nya makin kencang. Semakin besar usia anak, limit-nya makin dikurangi. Jangan dibalik. Kecilnya terlalu longgar, besarnya malah dikencengin lanjutnya.

 Lalu, bagaimana menetralkan jika anak- anak sudah kecanduan perangkat digital atau malah (na'udzubillah) pornografi?

Rumuskan ulang pola pengasuhan dengan pasangan. Menurut Bunda Elly, banyak sekali pasangan yang menikah, punya anak, tapi lupa merumuskan pola pengasuhan. Ini mengakibatkan tidak konsistennya peraturan dalam sebuah rumah sehingga banyak anak merasa bingung harus mengikuti ayah atau ibu.

Bedakan pola pengasuhan antara anak perempuan dan laki-laki. Anak laki-laki di atas usia 7 tahun butuh banyak waktu dengan ayah untuk mengenal dunia laki-laki. Sementara anak perempuan tetap butuh peran ayah, karena pelukan atau penghargaan dari ayah akan membuat dirinya merasa berarti.

Jika anak sudah telanjur terekspos pada konten pornografi, jangan panik atau marah. Tanyakan anak apa penyebabnya, lalu minta maaf pada anak. Patut disadari, peran orangtua baik langsung atau tidak langsung pasti ada di sana. Jangan gengsi untuk minta maaf sama anak. Pada intinya, anak membutuhkan validasi 3P: Penerimaan, Penghargaan, dan Pujian.  Sudahkah kita melakukannya?

Orang tua harus bekerja keras untuk menyelamatkan anak-anaknya dari situasi buruk seperti ini. Berat memang, tapi bukan sesuatu yang mustahil asalkan benar-benar mau dan istiqomah. Semoga Allah memberikan kita petunjuk, kesabaran, ketangguhan dalam mendidik anak. Sehingga kita dapat Selamat, berkumpul lagi di surga Nya Allah Subhanahu Wata'ala.

Demikianlah artikel tentang Internet dan Gadget dua tantangan Ibu mendidik  generasi digital mudah mudahan bermanfaat kepada kita semua amin

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak